Sabtu, 29 September 2018

Ketika Seorang Gus Ketikung Cinta #12


KETIKA SEORANG GUS KETIKUNG CINTA #12

Nabila : “Ummi, nanda malah dipun bedho terus niki lho mi, kaliyan guse.”
Bu Nyai : “Yo rapopo tho nduk, wong gak kelong wae irung mu.”
Jalal : “Ha ha ha.”
Nabila : “Ummi ki malah nambahi.”
Yai Hamam : “Yo di akui wae tho nduk, irung mu kalah dangir di banding guse.”
Nabila : “Dangir napane bah, niku lho irunge guse ancen sombong. Irunge nanda niki lho tawadhu'.”
Yai Ridwan : “Hahaha, owalah Yai Hamam... Yai Hamam... aku kok kudu guyu dewe delok polahe bocah-bocah saiki yi yi. Enek irung kok tawadhu '.”
Ni'am : “Tawadhu' pripun tho maksud e Gus Jalal?”
Jalal : “Ndle sep bek.”
Ni'am : “Wkkkk mosok yo pakai bek, qolqolah kubro. Hahaha.”
Nabila pun mlengos saat Gus Jalal melihatnya sambil tersenyum.
Jalal : “Sampun-sampun, mangke lak purik lho.”
Bu Nyai : “Hayuk nduk, gek dang di maem bubure.”
Nabila : “Mboten, nanda udah kenyang kok mi.”
Bu Nyai : “Ojo ngono tho nduk, gak baik purikan itu. Guse wau cuma guyon kok.”
Lalu, dengan di suapin oleh umminya, Nabilapun makan bubur sesuap demi sesuap. Pandangan matanya tak pernah lepas dari wajah Gus Jalal, dalam hatinya ia berucap, seandainya jemari tangan mu yang menyuapi ku.
Aku rela jika harus sakit untuk bisa berada di dekat mu .
Tetapi.
Aku hanya jelata hina.
Baju ku kesederhanaan.
Selendang ku bukan sutera kemegahan.
Dari anyaman jerami, rumah ku pun tercipta.


Bu Nyai : “Ayo nduk, dang di makan buburnya, malah ngelamun.”
Nabila : “Injih-injih mi.”
Yai Ridwan : “Udah gak kerasa njih yi, ternyata kita sudah tua. Padahal, perasaan ku baru kemaren saja kita lulus dari pondok.”
Yai Hamam : “Injih leres sanged yi, akupun juga merasa begitu.”
Yai Ridwan : “Tetapi, santri sekarang udah beda sama santri-santri jaman kita dulu yi.”
Yai Hamam : “Injih leres yi, jaman dulu itu, kalau udah ngaji Alhikamnya Ibnu Atho', wes jan santri pengpengan.”
Yai Ridwan : “Hahaha, aku malih kemutan Romo Kyai Zidnan Ali yi yi.”
Yai Hamam : “Hahaha, injih yi. Lha wong setiap ngaji hikam mesti bolos, sampek di dukani mbah Yai Idris.”
Jalal : “Di dukani dos pundi yi??”
Yai Hamam : Mbah Yai Idris tanya, “Kenapa kok gak pernah ikut ngaji hikam kang??” Terus ramanda mu jawab gini, “Males niku yi, masak ibadah kok gak ada benarnya, salaaaaah terus.” Mbah Yai Idris cuma ketawa saja, mendengar jawaban ramanda mu gus gus.
Yai ridwan : “Tetapi, meski demikian ramanda mu iku santri kinasihe mbah Yai Idris lho gus.” (sambil meringis kesakitan).
Yai Hamam : “Kengeng nopo yi?”
Yai Ridwan : “Biasae yi, rogo wes suwe kanggone, yo mungkin wes wayahe ndandak ne.”
Yai Hamam : “Sakit apa emangnya yi?”
Yai Ridwan : “Mungkin asam urat ku kambuh yi, kaki ku terasa kemeng dan pegal-pegel.”
Jalal : “Dalem pijeti njih yi?”


Tanpa menunggu jawaban dari Romo Kyai Ridwan Ahmad. Gus Jalal yang waktu itu duduk di bawah dikarenakan keterbatasan kursi untuk para pengunjung, langsung memegang kaki Romo Kyai Ridwan . Lalu di luruskan dan di tumpukan pada pangkuannya. Dengan perlahan-lahan, diapun memijit kaki Romo Kyai Ridwan.
Jalal : “Wonten ikang gadah minyak urut?”
Bu Nyai Maysyaroh : “Wontene minyak tawon gus.”
Jalal : “Injih mboten nopo-nopo bu nyai.”
Lalu, diurutlah kaki Romo Kyai Ridwan. Lalu, Romo Kyai Ridwan Ahmad melanjutnya ceritanya...


Yai Ridwan : “Gini lho gus, Romo Yai Zidnan Ali itu, dulu kalau denger mbah Yai Idris lagi sakit, dia akan tidur di dekat pintu kamarnya. Alasannya, jika sewaktu-waktu ada keperluan. Mbah Yai Idris gak usah cari-cari lagi. Maklum, mbah yai cuma punya 4 orang anak. Dan semuanya perempuan.”
Umam : “Nopo injih kados mekaten bah?” (tanya Gus Umam yang menyimak sejak tadi).
Yai Ridwan : “Iyo nak, bahkan pernah suatu ketika Romo Kyai Idris sakit keras, sampai gak bisa bangun, ya Romo Kyai Zidnan Ali itu yang membopong ke kamar mandi jika pas kebelet. Ibarate, Romo Kyai Zidnan Ali itu sikile Romo Kyai Idris.
Yai Hamam : “Injih gus, bahkan saking rakete sama mbah Yai Idri, Yai Zidnan di kondangke jadi calon menantunya Kyai Idris dan bengkoni pondok e Yai Idris.”
Ni'am : “Lho, kok malah nikah sama Bu Nyai Nurifatul Afifah tho romo yai?”
Yai Ridwan : “Ini panjang critanya kang. Intinya, ini tentang janji seorang laki laki.”
Jalal (hanya tersenyum sambil tangannya tetap mengurut kaki Romo Kyai Ridwan Ahmad)


Nabila, yang sejak tadi memperhatikan Gus Jalal hanya bisa berucap dalam hati.
Nabila (gus, jika engkau seperti ini terus, itu hanya akan membuatku semakin cinta dan cinta terus sama kamu. Meski di sisi lain, perilakumu membuatku semakin minder. Aku semakin gak percaya diri gus. Apakah aku pantas untuk mendampingimu? Gus, mungkin... aku bisa hidup tanpamu. Tetapi aku gak yaqin, bisa bahagia dengan yang lain)


#Bersambung.

Oleh : Ma'arif Wibowo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisi-kisi USBN Matematika SD 2019

KISI – KISI USBN SD TAHUN 2019 PROVINSI JAWA TIMUR (SPESIFIKASI) MAPEL : MATEMATIKA NO. SOAL LINGKUP MATERI ...