Senin, 28 Januari 2019

Ketika Seorang Gus Ketikung Cinta #20


KETIKA SEORANG GUS KETIKUNG CINTA #20

Ni'am : “Mas Nico? Hmmmm... jangan-jangan... ha ha ha.”
Jalal : “Opo? Jangan berfikir abah ku punya istri lagi? Tak goco tenan awak mu.”
Ni'am : “Ngapunten-ngapunten gus.. tetapi sebenere cocok lho. Gus jalal... Gus nico... lho... malah keren tho.”
Jalal : “Satu lagi wonk, Gus Ni'am. Wah, cuocok itu.”
Ni'am : “Ampun gus tho... aku ini cocok e itu DHUS ni'am. Ha ha ha...”
Jalal : “Ha ha ha... tetapi mbok ya jangan dhus tho wonk? Boleh merasa hina, tetapi jangan menghinakan diri mu sendiri wonk.”
Ni'am : “Tetapi kenyataannya khan bukan keturunan priyayi agung tho gus. Aku ini bukan putro kyai gus.”
Jalal : “Gus itu ada gus nasab, juga ada gus nisbat. Kalau gus nasab, itu karena nasab, dia anak seorang kyai. Seperti Gus Umam, Gus Zamrozi Baqir, apa Gus Su'ud, sopirnya Kyai Faqih.”
Ni'am : “Kalau gus nisbat?”
Jalal : “Itu karena disiplin ilmu agamanya tinggi. Yang Alim, yang faqih, bisa jadi uswah. Dan umurnya masih terbilang muda. Makanya, di nisbatkan dengan panggilan gus. Seperti gus Fa'at, teman aku yang masih muda. Tetapi sudah bisa membangun pondok pesantren. Meski santrinya masih sangat sedikit. Asrama santrinya ya cuma angkringan yang terbuat dari bambu. Tetapi, keilmuannya. Jempolan.”
Ni'am : “Kalau Gus Jalal?”
Jalal : “Bentar-bentar wonk, aku kok sepertinya pernah dengar nama itu? Itu siapa wonk?”
Ni'am : “Wes mboh gus.”
Jalal : “Ha ha ha...”
Ni'am : “Tadi sedih, sekarang kok malah ketawa tho gus-gus. Jenengan niku jian mboh kok.”
Jalal : “Huuuuffffttttt... karena aku yaqin bahwa Nila Nihayah itu masih hidup. Meski sudah berbeda dimensi alamnya. Insya Alloh, rasa rindu ku juga tersampai untuknya.”
Ni'am : “Sebelumnya saya minta maaf ya gus, bukankah mbak Nila Nihayah sudah meninggal?”
Jalal : “Yang meninggal itu wadak jasadiyahnya. Tetapi ruh nya tetap hidup. Makanya, ada maqolah raga/tubuh itu di ciptakan tetapi ruh di tiupkan.”
Ni'am : “Iya gus, kenapa ya?”
Jalal : “Tanya sana sama Alloh. Jangan tanya saya. Budhal saiki opo piye?”
Ni'am : “Mboten gus.”
Jalal (tersenyum).
Ni'am : “Tetapi, jenengan ya harus move on tho gus. Jangan hidup dengan bayang-bayang mbak Nila Nihayah.”
Jalal  (tersenyum terus berucap), “Aku kok mendengar suara terompah Siti Khodijah di syurga.”
Ni'am : “Maksudnya?”
Jalal : “Yo wes lak gak ngerti.”
Ni'am (garuk-garuk kepala)
Jalal : “Dulu... Nila Nihayah itu, pernah akan saya nikahi tetapi ora tak keloni.”
Ni'am : “Lho lho lho... biyuh biyuh emaneeee.”
Jalal : “Yo bakale tetep tak keloni, nanti khan ada waktunya tersendiri.”
Ni'am : “Tak pikir lak gak arep gus.”
Jalal : “Gundul mu.”
Ni'am : “Hahaha...”
Jalal : “Gini lho ceritanya wonk ... hari minggu itu, aku sama Tongsheng sepakat main kerumahnya Nila Nihayah. Aku pakai T-Shirt hitam dengan bawahan celana jeans tak ketinggalan jaket levis ku. Aku meluncur ke rumahnya Tong sheng. Ternyata, Tongsheng gak ada di rumah. Dia lagi khotmil qur'an di masjid sebelah rumahnya. Lalu, aku meluncur ke masjid. Ternyata, Tongsheng lagi mainan hape di serambi masjid bagian luar. Assalammu'alaikum.”
Tongsheng : “Wa'alaikum salam. Woalah gus gus. Gaya pakaian mu kok gaul tenan tho.”
Jalal : “Karep ku yoben koyok uwong ngono lho ”
Tongsheng : “Nggak udud dulu. Pinarak sing jenak sambil atur strategi biar gak grogi.”
Jalal : “Grogi ketemu bidadari itu yo wajar tho kang kang.”
Tongsheng : “Wajar. Tetapi kalau sampai lidah mu belibet. Kamisosolen itu yang bahaya. Nanti, pas ketemu ayahnya Nila. Aku kwatir kamu bilang, oowh bapak calon moro tak kiwo.”
Jalal : “Ha ha ha... kalau itu kurang ajar. Hayo, cepetan ganti baju. Nanti keburu siang kang.”
Tongsheng : “Wes, aku tak sarungan ngene wae. Malah isis.”
Jalal : “Ha ha ha... yowes, hayo cabut kang.”
Tongsheng : “Bentar gus... tak nyangking rokok suguhan disik gus.”
Jalal : “Ha ha ha, iki mau gelem khotmil qur'an gara-gara ada suguhane tho?”
Tongsheng : “Aku, cuma gak mau mengecewakan orang yang ngasih suguhan gus. Gak baik, menolak pemberian orang.”
Jalal : “Heeeemmmmmm.”

Lalu, meluncurlah Gus Jalal dan Tongsheng. Kira-kira 25 menitan merekapun sudah nyampek di rumahnya Nila Nihayah. Gus Jalal dan Tongsheng pun turun dari motornya
Tongsheng : “Jenengan gus ikang uluk salam.”
Jalal : “Ojo aku tho kang. Grogi aku. Kamu aja yach, yang uluk salam.”
Tongsheng : “Lha sing kangen sopo? Mau gupuhi budhal. Saiki malah mengkeret.”
Jalal : “Kang, aku seumur umur belum pernah main ke rumah cewek kang. Jenengan wae yo.”
Tongsheng : “Aku sarungan malah mbok kon medayuh. Malah di kira undang-undang selametan mengko.”
Jalal : “Ayo kang ...”

“Hey hey hey... ini pagi-pagi kok sudah rame di depan rumah orang... ini mau apa?” (tiba2 ada suara yang mengagetkan Gus Jalal dan Tongsheng).
Tongsheng : “Assalammu'alaikum.”
... :“Wa'alaikum salam. Ada apa tho mas kok malah rame di sini.”
Tongsheng : “Maaf beribu maaf pak. Cuma mau tanya. Rumahnya Nila itu dimana ya pak?”
... : “Nila? Nila siapa? Nila di sini banyak mas. Ada Nila Indriyati, Nila Wulandari atau Nila Astutik yang bakulan sayur itu?”
Tong sheng : “Nila Nihayah pak.”
... : “Ooowwwwhhh... Nila Nihayah... kalau boleh tau ada kepentingan apa ya sama Nila? Terus masnya ini siapa?”
Jalal (wah, iki ulo marani gepuk iki jenenge)
Tongsheng : “Perkenalkan, saya Muhammad Sholehudin.” (menjabat tangan orang tersebut)
... : “Saya Pak Aminudin, ayahnya Nila Nihayah.”
jalal  (mak deg)... (waduh... Ya Alloh... wes opo jare... bismillahirrohmannir rohim).

“Pak... pakne, ini ngobrol kok di depan rumah tho. Di suruh masuk dulu, ngobrolnya di rumah saja.”
Tiba -tiba ada seorang perempuan setengah baya keluar dari dalam rumah.
Lalu, masuklah Gus Jalal dan Tongsheng ke dalam rumah. Ibu setengah baya itu mempersilahkan Gus Jalal dan Tongsheng untuk duduk.
Ibu itupun berucap, “Saya Ibu Halimah. Kalau boleh tau, ananda-ananda ini ada keperluan apa yach?”
Tongsheng : “Nyuwun sewu Bu Halimah. Perkenalkan, nama saya Muhammad Sholehudin. Keperluan ananda berdua kesini, yang pertama silaturrohim . Yang kedua, menepati janji kami sama mbak Nila Nihayah. Untuk main ke rumahnya.”
Bu Halimah : “Ooooowwwwwhh, ananda ini temannya Nila tho?”
Tongsheng : “Injih buk, teman waktu masih di SLTP dulu.”
Bu Halimah : “Kenapa gak bilang dari tadi kalau temannya Nila Nihayah? Ini tadi, Nilanya masih nyuci baju. Insya Alloh, sebentar lagi selesai kok. Tak buatkan minum dulu yach.”
Jalal : “Ampun repot-repot buk.”
Bu Halimah : “Gak ngrepotin kok nak.”
Tongsheng : “Bilih mboten ngrepoti, kopi mawon buk...” Aduh-aduh...” (rupanya, kakinya di injak sama Gus Jalal)
Bu Halimah : “Kengeng nopo tho nak?”
Tongsheng : “Mboten kok buk, kelihatannya kaki saya di gigit semut buk.”
Pak Amin : “Lho, kok masnya ini tadi masih pakai sarung?” (dengan sikap yang mulai melembut)
Tongsheng : “Ini tadi pas lagi khotmil qur'an di masjid sebelah rumah kok pak.”
Pak Amin : “Iya kalau bisa, di khatamin dulu. Khan besok-besok juga bisa main kesini lagi.”
Tongsheng : “Injih pak, tetapi besok lusa sudah harus kembali ke pondok.”
Pak amin : “Lho, masnya mondok ya?”
Tongsheng : “Injih pak.”
Pak Amin : “Alhamdulillah, bapak seneng kalau tahu ada laki-laki yang masih mau mondok. Soalnya, dia akan jadi imam buat keluarganya kelak. Ilmunya juga sangat di butuhkan sama masyarakat.”
Tongsheng : “Injih pak, pangestunipun.”
Pak Amin : “Terus, mase yang satunya lagi. Tadi ikut khotmil qur'an juga?”
Gus jalal (tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya) “Mboten pak.”
Pak Amin : “Lho, kenapa kok gak ikut? Mumpung masih muda. Semangatnya harus kuat. Masak jadi laki-laki kok loyo. Mbok seperti mas Sholehudin.”

“Mas Didin, kapan datang? Sudah dari tadi ya?” Kata Nila Nihayah yang nyelonong memasuki ruang tamu.
Waktu itu, Nila mengenakan rok panjang warna hitam, memakai baju polos warna biru laut dan kerudung yang juga berwarna biru laut. Gus Jalalpun yang sempat melihat wajah Nila Nihayah, langsung menundukkan wajah... sambil berucap,
Jalal  (Robbana ma kholaqta hadza bathila).
Tongsheng : “Barusan kok Nil.”
Pak Amin : “Ya sudah, bapak tinggal dulu ya. Ngobrolnya di lanjutkan saja sama Nila.”
Tongsheng : “Injih pak.”

Bu Halimah datang sambil membawa 2 cangkir kopi sama 1 gelas teh hangat.
Bu Halimah : “Monggo, dipun unjuk kopinipun nak.”
Jalal : “Injih buk, ampun repot-repot.”
Pak Amin : “Nila, adiknya sambil di mong ya? Bapak mau ke sawah dulu.”
Nila : “Dereng mantun tho pak, anggenipun diesel sabin?”
Pak Amin : “Durung nduk, sawah sebelahe Pak Jan yo di diesel sekalian. Mungkin ntar sore baru selesai.”
Bu Halimah : “Yo ngono iku bapak mu Nil. Gak gelem ngerjakne wong.”
Pak Amin : “Bapak iki yo uwong bune.”
Jalal (tersenyum)
Bu Halimah : “Maksudnya, suruh orang untuk diesel sawah kita pak.”
Pak Amin : “Ya bukannya gak mau bu, cuma biar bapak punya kegiatan. Itung-itung olah raga yang menghasilkan.”
Bu Halimah : “Ya sudah, bapak hati-hati njih?”
Pak amin pun bergegas meninggalkan ruang tamu.

Nila : “Fira wau tasih tilem tho buk?”
Bu Halimah : “Masih, tadi malam ngajak begadang ibuk Nil Nil. Tetapi, tadi pagi-pagi sekali sudah ibuk mandiin pakai air hangat. Habis itu lha kok langsung tidur tho si Fira.”
“Hiks hiks hiks... ibuk... ibuk... ibuk....”
Bu Halimah : “Itu suaranya Fira, sudah bangun kelihatannya?”
Bu Halimah pun, berlalu menuju kamar yang berada di sebelah ruang tamu. Lalu, keluar sambil menggedong seorang anak kecil. Kira-kira umurnya 2,5 tahunan.

Bu Halimah : “Fira, nderek mbak Nila njih. Ibuk mau masak dulu?”
Lalu, Fira pun di gendong sama Nila Nihayah. Di dudukkan di pangkuannya Nila. Gadis Kecil itu bermain dengan ujung jilbabnya Nila Nihayah.
Bu Halimah : “Ya sudah. Ibu tinggal masak dulu ya.” (terus meninggalkan ruang tamu)
Jalal & tong sheng : “Injih buk.”
Nila : “Sheng, tumben dolan sarungan. Opo mari ikut sunatan masal?”
Tongsheng : “Ora ngono ne Nil. Isuk mau, celono ku tak kumbahi kabeh. Sampai gak punya celana untuk ganti aku.”
Nila : “Ha ha ha...”
Tongsheng : “Nil, kethok e kok wes pantes tho.”
Nila : “Pantes opo sheng?”
Tongsheng : “Itu.” (sambil matanya melihat gadis kecil yang duduk di pangkuannya Nila).
Jalal (cuma tersenyum)
Nila : “Ojo mikir neko-neko sheng. Aku masih mau sekolah dulu.”
Tongsheng : “Ya nanti habis lulus sekolah. Tutup buku buka terop.”
Nila : “Hmmmm, calon aja aku belum punya.”
Tongsheng : “Lha iki, sebelah ku ini. Mau nggak?”
Nila (cuma tersenyum)
Tongsheng : “Gus, tak kandani yo. Cewek itu kalau diem. Itu artinya iya.”
Jalal (hanya tersenyum)
Nila : “Fira, kenalan dulu sama mase yach... yang itu namanya Mas Didin, yang satunya namanya Mas Bagus.”
Tongsheng : “Tak gendonge Nil.” (sambil mengulurkan kedua tangannya)
Fira malah melengos. Sambil memeluk erat tubuh Nila Nihayah.
Nila : “Gak gelem sheng, awak mu durung adus paling.”
Jalal : “Dik Fira, hayuk nderek mas bagus yuk. Gendong mase, purun mboten?” (sambil berdiri dan mengulurkan kedua tangannya)
Tongsheng : “Awas iku tangane... tangane...T A NGA NE... Mengko malah sing gede sing mbok gendong.”
Jalal (tersenyum sambil mengurungkan diri dan mau duduk kembali)
Nila : “Gelem iki lho mas melok sampeyan.”
Jalal (mengulurkan kembali kedua tangannya. Lalu menggendong Fira).
Nila : “Dik Fira... dik Fira... nderek copo iku...”
Fira : “Mas Basjus.” (sambil tangan mungilnya bermain dengan kalung tasbihnya Gus Jalal)
Jalal : “Ha ha ha...”
Tongsheng : “Mosok bocah cilik yowes weruh wong ganteng?”
Jalal (Gus Jalalpun menggendong Fira dengan tangan kirinya. Lalu tangan kanannya melepaskan kalung tasbih. Dan menyerahkannya ke tangannya Fira).
Nila : “Gak boleh Iri sheng.”
Tongsheng : “Lha kok lulut tenan karo Mas Basjus i lho. Paling Fira ngerti lak Mas Basjus iku calon kakak ipare.”
Nila (tersenyum tersipu malu)
Jalal (dengan menggendong Fira. Gus Jalal pun berjalan menuju pintu keluar sambil berucap dengan lirih)
Alloh Wujud, Qidam, Baqo, qidam baqo.
Mukholafatu lil hawaditsi
Qiyamuhu
Binafsihi
Wahdaniyah Qudrot Irodat
Ilmun Hayat, Sama', Bashor. Alloh bashor .
Kalam, qodiron, muridan.
'Aliman, hayyan, sami'an
Wal bashiron, mutakalliman.

Nila (sambil menatap Gus Jalal. Nila pun berkata dalam hati. Ya Alloh, apa dia itu termasuk lelaki yang baik, seperti yang di katakan ibuk. Bahwa ciri lelaki yang terbaik adalah penyayang anak kecil. Karena hakikatnya seorang perempuan itu seperti anak kecil. Ingin di sayang, ingin di manja, ingin di perlakukan dengan lemah lembut. Karena menghadapi anak kecil itu butuh kesabaran yang ekstra. Seperti halnya menghadapi perempuan).
Tongsheng : “Nil.”
Nila (cuma diem)
Tongsheng : “Nila.”
Nila (cuma diem)
Tongsheng : “Hoeeeeyyyy.” (setengah berteriak).
Nila : “Lapo tho seng.”
Tongsheng : “Wes, aku tak muleh wae. Ning kene aku di anggep ora kanggo kok.”
Nila : “Purik purik purik... lanang kok purikan tho sheng sheng.”
Tongsheng : “Lha diri mu lebih perhatian sama dirinya.”
Nila : “Dirinya sopo?”
Tongsheng : “Itu!” (sambil menunjuk ke arah Gus Jalal yang berada di luar di depan pintu)
Nila : “He he he,cemburu ni ceritanya?”
Tongsheng : “Bukannya cemburu Nil. Cuma mau tanya, menurut mu gimana itu temen aku Nil?”
Nila : “Heeeemmmm, baik.”
Tongsheng : “Cuma baik aja?”
Nila : “He em.”
Tongsheng : “Wah bener-bener anak ini. Belum tau dia.”
Nila : “Tahu soal apa sheng?”
Tongsheng : “Gak ada apa-apa kok. Eh Nil, gimana kabarnya Mas Syaifudin? Itu mas ketemu gede.”
Nila : “Udah putus sheng.”
Tongsheng : “Lho, kamu diputusin sama dianya?”
Nila : “Bukan, tetapi aku malah yang mutusin.”
Tongsheng : “Kok bisa?”
Nila : “Dia terlalu menuntut sheng. Minta di perhatiin terus, mirip anak kecil. Minta supaya aku lebih modis. Terakhir dia minta aku lepas jilbab, katanya sayang. Punya rambut bagus, panjang kok di tutupin. Yang paling bikin aku sakit hati. Itu dia gombalin cewek sana sini sheng.”
Tongsheng : “Udaaaah, sama temen aku itu aja Nil.”
Nila : “Cowok, di mana-mana sama aja sheng.”
Tongsheng : “Yaqin kalau sama saja?”
Nila (cuman tersenyum).

Gus Jalalpun masuk lagi dan terus duduk di tempat semula sambil memangku Fira yang sedang asyik bermain dengan tasbih kayunya.
Jalal : “Dik Fira iyam injih? Nyuwun di iyami mbak Nila apa Ibu Halimah?”
Anak kecil itu, tetap diam dan asyik bermain dengan tasbih kayu itu.
Nila : “Dik fira... dik fiiii ra...”
Jalal : “Lhak kadung dolanan kok khusyu' tenan tho dik Fira dik Fira.”
Tongsheng : “Kalau tak amat-amati, jenengan kok wes pantes tho gus?”
Jalal (hanya melirik ke arah Tongsheng sambil tersenyum)
Nila : “Mas bagus, nanti kalau di ompolin dik Fira gimana?”
Jalal : “Ya gak apa-apa tho mbak Nila, namanya juga anak kecil.”
Tongsheng : “Kalau mbak Nila yang ngompolin?”
Jalal : “Ora ngombe wae kok mendem awak mu iku tho Sheng sheng”
Tong sheng : “Eh gus, aku boleh tanya sesuatu tidak?”
Jalal : “Tidak .”
Tongsheng : “Lho kok, masak tanya saja enggak boleh?”
Jalal : “Soale awak mu iku ngeyelan.”
Tongsheng : “Njih mboten tho gus. Ngaten gus, aku iki lho di curhati temen aku. Katanya, dia sudah serius sama seorang gadis. Gadis itu mau dia lamar. Tetapi, temen aku masih bimbang gus. Belum yaqin, Gimana?”
Jalal : “Alasannya?”
Tongsheng : “Karena cewek itu terlalu gimana ya. Terlalu mag meg mag meg sama cowok lain. Gampangan maksud e gus.”
Jalal : “Putusin saja! Cari cewek lain!.”
Tongsheng : “Lha kadung sayang eg.”
Jalal : “Ya kalau begitu, nasehati cewek itu. Didik dia, ajari dia bagaimana mencintai dengan cara yang baik. Setidaknya, kasih dia ketegasan.”
Nila (cuma diem, sambil merhatiin Gus Jalal. Dia tahu, bahwa yang di sindir Tongsheng adalah dirinya. Cuma, di balik saja alur ceritanya)
Tongseng : “Di tegasi?”
Jalal : “Iya, di tegasi.”
Tongsheng : “Cara bilangnya bagaimana gus?”
Jalal : “Jika aku sayang.
Janganlah engkau sia siakan.
Jika aku memberi perhatian.
Jangan meminta di luar batas kemampuan.
Dan jika aku sudah mencintai.
Jangan kau khianati.
Karena bila aku telah beranjak pergi.
Aku tak terbiasa menoleh untuk kembali.”
#Bersambung...

Oleh : Ma'arif Wibowo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisi-kisi USBN Matematika SD 2019

KISI – KISI USBN SD TAHUN 2019 PROVINSI JAWA TIMUR (SPESIFIKASI) MAPEL : MATEMATIKA NO. SOAL LINGKUP MATERI ...