Senin, 28 Januari 2019

Ketika Seorang Gus Ketikung Cinta #18


KETIKA SEORANG GUS KETIKUNG CINTA #18

Bu nyai : “Kengeng nopo tho bah?”
Yai Zidnan Ali : “Mboten nopo2 kok buk, abah niku trenyuh baca do'anya bagus cilik.”
Bu nyai (lalu mengusap air mata Yai Zidnan Ali dengan kedua tangannya. Lalu, telapak tangannya yg basah oleh airmata Romo Yai Zidnan Ali ini, ia usapkan di wajahnya. Seperti berwudhu).
Yai Zidnan Ali (sambil tersenyum) : “Sampeyan iku yo lapooooo kok atik ngono kui tho buk buk.”
Bu Nyai : “Tadi, ibuk membasuh wajah dengan air matanya abah . Aku berdo'a, supaya wajah ku ini kelak menjadi wajah yang pantas di pandang oleh Alloh dan rosululloh.”
Yai Zidnan Ali : “Amin.”
Bu Nyai : “Baaah.”
Yai Zidnan Ali : “Dalem, wonten nopo tho buk?”
Bu Nyai : “Aku kawatir sama bagus cilik bah. Kok bagus cilik gak romantis seperti abahe yo?”
Yai Zidnan Ali : “Hmmmm.”
Bu Nyai : “Lho, coba jenengan tingali tho bah. Apa pernah bagus cilik cerita tentang perempuan? Tadi, ketika kita bahas Ayu Ningrum, kelihatannya juga biasa-biasa mawon.”
Yai Zidnan Ali : “Tenang mawon buk. Bagus cilik iku lebih romantis tinimbang abahe.”
Bu Nyai : “Lho... kok saged tho bah?”
Yai Zidnan Ali : “Ketika abah baca buku catatannya bagus cilik, TAMAN CINTA PARA PENDOSA... abah  seperti di ajak bicara sama bagus cilik. Bagus cilik tak perlu bicara dengan suara. Aksara yang dia tulis saja, itu sudah seperti hidup. Seperti punya ruh untuk hidup dan berbicara dengan orang yang membacanya.”
Bu nyai : “Nopo injih ngaten tho bah?”
Yai Zidnan Ali : “Injih kados ngaten tho buk. Kyai-kyai sepuh, ulama-ulama terdahulu... kalau sudah bergelut dengan kitab... itu sampai lupa waktu kok buk. Kadang, untuk tidurpun beliau-beliau ini lupa. Kenapa seperti itu? Itu karena aksara/huruf-huruf yang tertulis... seakan-akan berbicara dan bercerita kepada beliau-beliau ini buk.”
Bu Nyai : “Injih menawi bah? Tetapi  jujur... Ibuk itu pengen banget punya momongan bah.”
Yai Zidnan Ali : “Sami buk, kadang kalau melihat bagus cilik, aku kok yo pengen bagus cilik punya adik tho buk.”
Bu Nyai (melirik ke arah Romo Yai Zidnan Ali) : “Maksud ipun abah?”
Yai Zidnan Ali (dengan tangan kanannya, lalu memegang tangan kanan Bu Nyai Nurifatul Afifah dan lalu mencium tangan bu nyai... terus berucap) : “Maksudnya, abah capek... mau selonjoran dulu buk.”
******************
 
Sedangkan di kamar Kang Ni 'am,  Gus Jalal lagi ngobrol sama Kang Ni'am .
Ni'am : “Ini lho gus buktinya, kalo Gus Munjid, Gus Khoweish dan lainnya SMS saya. Termasuk Neng Nadhiroh."
Jalal : “Percoyo-percoyo wonk. Wes dang di makan ketannya. Tak bawain 3 bungkus i lho + kopine sak muk gede.”
Ni'am : “Opo yo entek, makan 3 bungkus langsung tho gus?”
Jalal : “Ha ha ha... mosok joblangan gak ngenteke. Wes, ojo solu solu wonk.”
Ni'am : “Ha ha ha... mumpung gratis gus.”
Jalal : “TTS mu mana? Arep tak isi. Penasaran aku, kok gak pernah bisa penuh ngisine.”
Ni'am : “Teng inggile lemari gus... kalau jawabe gak bisa penuh, berarti panjenengan kurang cerdas.”
Jalal : “Hora ngonone... pertanyaane iku sing jengkelne. Sampek ngelu aku mikire.”
Ni'am : “Ha ha ha... gus gus.”
Jalal : “Iki, kuis TTS yang biasa kamu kasih ke santri-santri yang lain pas selesai ro'an tho wonk? Yang jawabannya benar semuanya dapat hadiah 100 ribu.”
Ni 'am : “Iya gus.”
Jalal : “Teruuus...”
Ni 'am : “Iku tak makan dulu tho gus... wetengku mpun dunk tak dunk tak tak dunk tak dunk.”
Jalal : “Ooowwhhh, iyo wonk... sepurane.”
Lalu, makanlah Kang Ni 'am  3 bungkus langsung amblas tak tersisa.
Ni'am : “Alhamdulillah, wareg gus.”
Jalal : “Masya Alloh... kamu itu kelaparan apa kesurupan?”
Ni 'am : “Mpun tho gus, ojo di gojloki aku ini. Nanti gak lemu-lemu aku.”
Jalal : “Aku ki mikir, kalau Insya Alloh besok-besok kamu jadi nikah sama Husna Azkia, mbak Husna mesti seneng terus wonk.”
Ni'am : “Amin ya robbal 'alamin.”
Jalal : “Ha ha ha... respeck e cuepet kalau bahas tentang Husna Azkia.”
Ni'am : “Hora cepet, silak di seruput liyane gus.”
Jalal : “Kok malah mirip kopi.”
Ni'am : “Jare
ﺍَﻟْﺄُﻧْﺜَﻰ : ﻛَﺎﻟْﻘَﻬْﻮَﺓِ، ﺇِﺫَﺍ ﺃَﻫْﻤَﻠْﺘَﻬَﺎ ﺃَﺻْﺒَﺤَﺖْ ﺑَﺎﺭِﺩَﺓً، ﺣَﺘَّﻰ ﻓِﻲْ ﻣَﺸَﺎﻋِﺮِﻫَﺎ
Cewek itu  kalau di biarin terus, di umbar terus,di nggurke... anyep gus-gus.”
Jalal : “Songgo bokonge.”
Ni'am : “Seruput lambene.”
Jalal : “Masak Husna Azkia besok-besok yo mbok songgo bokonge?”
Ni'am : “Yo kudu ne. Opo maneh pas howo adem... langsung songgooo.”
Jalal : “Hop... hop... hop... ojo di teruske, akeh cah cilik i lho sing moco cerito iki.”
Ni'am : “Cerito nopo gus?” (kukur-kukur sirah).
Jalal : “Yowes, lak gak paham meneng wae, ojo rewel. Selain iku, dirimu yowes kadung BAPER.”
ni'am : “Pancen BAPER, barisan pecinta rosululloh.”
Jalal : “Iso wae ngelese.”
Ni'am : “Gus,tangklet angsal mboten gus?”
Jalal : “Oleh, pokok ojo sing ruwet-ruwet lho ya?”
Ni'am : “Mboten kok gus. Cuma ajenge tanya, cewek yang punya gingsul sama yang punya lesung pipit, lebih cantikan mana gus?”
Jalal : “Hmmmm... kalau sekilas di lihat, lebih cantikan yang punya gingsul wonk. Tetapi, kalau awet cantik dan di lihat gak ngebosenin, lebih awet yang punya lesung pipit.”
Ni'am : “Alasannya?”
Jalal : “Kalau punya gingsul, semakin tua... semakin berkurang kecantikannya. Apalagi, kalau sudah ompong, sudah banyak berkurang kecantikannya.”
Ni'am : “Kalau yang punya lesung pipit?”
Jalal : “Semakin tua, akan semakin cantik. Karena, lesung pipitnya semakin kelihatan wonk.”
Ni'am : “Itu kempot namanya gus-gus.”
Jalal : “Ha ha ha... wes wonk. Aku arep ngisi TTS. Ojo bahas iku wonk, aku ngerti maksud kamu. Kamu mau ngebandingin antara Nabila sama Ayu Ningrum khan? Wonk, Jangan kau bandingkan cewek yang satu dengan yang lain, karena cewek itu di ciptakan bukan untuk jadi bahan perbandingan. Semua punya kelebihan & kekurangan masing-masing.”
Ni'am : “He he he... pangapunten gus.”
Ni'am : “Bukan mau ngebandingin gus. Cuma aku itu heran sama jenengane. Lha wong ajeng nikah mawon kok bingung tho gus-gus. Yang udah jelas ada di hadapan. Mbok langsung di bungkus mawon, di betho mantuk... cewek yang di luar-luar sana malah banyak yang matre gus.”
Jalal : “Matre gimana maksudnya?”
Ni'am : “Ya baru kenal udah tanya kerja apa? Atau punya usaha apa?”
Jalal : “Cewek kalau sepertu itu yo lumrah, itu sangat manusiawi.”
Ni'am : “Lho... lho... lho... sik tho... baru dengar ini aku gus... kok bisa lumrah & wajar-wajar saja?”
Jalal : “Yo lumrah tho. Pertama, dia berfikir bukan untuk dirinya saja... tetapi juga berfikir untuk calon anak-anaknya kelak. Gimana pendidikannya, gimana anak-anaknya tidak kedinginan atau kehujanan. Cewek itu, ingin calon anak-anaknya kelak juga bisa hidup layak seperti dirinya.Yang kedu ,dia nanti akan meninggalkan orang tuanya. Kira-kira bisa gak suaminya bertanggung jawab seperti orang tuanya.”
Ni'am : “Wah, lak iku kedunyan gus. Kalau nikah, ya nikah wae. Rizki wes enek sing ngatur.”
Jalal : “Tetapi, sing ngatur gudhu awak mu tho? Ojo ngurusi sing gudhu urusane wonk.”
Ni'am : “Jare kudu zuhud. Gak boleh cinta sama dunia.”
Jalal : “Zuhud itu soal hati, kalau kamu terapkan pada jasad... dzolim iku. Kiro-kiro, setelah nikah, apa dirimu bisa puas kelon dengan hati. Tetapi ora upluk-upluk blas. Yo ora sengkring yo.”
Ni'am : “Ah... kadang calon mertua juga rewel gus, minta inilah itulah. Banyak syaratnya.”
Jalal : “Gini wonk... misalkan, kamu mau menikahi Husna Adzkia... itu lebih untung dirimu sepenuhnya lho wonk.
Pertama, wes ora gede ne.
Kedua, udah gak usah menyekolahkan.
Diri mu tinggal minta ke orang tuanya Husna Azkia. Bayangkan, anak yang di jaga, di sekolahkan, dibesarkan, diragati selama ini. Ketika sudah besar, di minta orang kok ya di kasihkan. Lhak apik tenan tho kuwi, justru yang ruwet itu diri mu. Barang jaluk an, tinggal maculi thok kok isih rewel. Ancen calon mantu jalok di kethak.”

“Tahukah sayang disaat ini
Aku kangen sama kamu
Setiap malam aku tak pernah
Berhenti memanggil nama mu
Dan saat aku mulai terlelap
Sejuta wajahmu hadir dimimpi ku
Dan saat pagi membangunkanku
Menyadarkan aku terlalu merindu
Sayang aku kangen
Kangen kangen kangen
Aku kangen sama kamu."

Ni'am : “Hp ne jenengan gus, wonten telpon.”
Jalal (lalu mengambil HP di dekatnya, sambil melihat di layar HP nya) : “Kyai hamam? Ada apa yach?”
Ni'am : “Cepetan angkat gus, jangan-jangan ada hal penting atau jangan-jangan terjadi sesuatu sama Neng Nabila.”
Jalal : “Assalammu'alaikum.”
Tak ada jawaban .
Jalal : “Assalammu'alaikum.”
Tetap tak ada jawaban
Tut tut tut tut telpon pun tiba-tiba terputus .
Jalal : “Kok malah terputus.”
Ni'am : “Mungkin, Kyai Hamam kehabisan pulsa gus. Coba di telpon balik.”
Jala lalu menelpon balik Kyai Hamam, setelah menyambung...
Jalal : “Assalammu'alaikum kyai.”
Tetap diam,tak ada jawaban.
Jalal : “Kyai, ada apa tadi kok telpon? Apa yang terjadi dengan Neng Nabila? Neng nabila baik-baik saja khan kyai?”
Nabila : “Wa'alaikumsalam.” (terdengar suara lembut membalas salam Gus Jalal)
Jalal : “Bu Nyai Maysyaroh? Ada apa? Tadi kok telpon?”
Nabila : “Apa suara ku sudah mirip ibu-ibu injih gus? Masak gak kenalin suara aku sih gus?”
Jalal : “Hmmmm... gak salah lagi. Ini nabila.” kata Gus Jalal dalam hati .
Lalu Gus Jalalpun melanjutkan ngisi TTS nya sambil tetap telponan
Jalal : “Maaf... kalau bukan Bu Nyai Maysyaroh, terus siapa?”
Nabila : “Hayo tebak? Aku siapa”?
Jalal : “Bu Nyai Maysyaroh?”
Nabila : “Salah ..wek... hayo siapa aku? Masak gak kenal suara aku?”
Jalal : “Mungkiiiin, Bu Nyai Maysyaroh?”
Nabila : “Buuuukaaaaaaa...”
Jalal : “Jangan-jangan , ini Bu Nyai Maysyaroh ya?”
Nabila : “Bukaaaan, sudah di bilangin bukan kok.”
Jalal : “Hmmmmm... pasti ini Bu Nyai Maysyaroh ya?”
Nabila : “Aaarrrrggghhhh ... guse jengkel ne. Masak gak ada jawaban lain?”
Jalal : “Lha terus siapa tho?”
Nabila : “Hayo tebak...masak gak tau.”
Jalal : “Hmmmmm.”
Nabila : “Awas aja, kalau masih tetap jawab Bu Nyai Maysyaroh. Tak kruwek-kruwek jenengan.”
Jalal : “Biyuh-biyuh... ancamane... ya udah, yang terakhir ini lho pasti bener.”
Nabila : “Hayo... aku siapa?”
Jalal : “WEDHUUUUUUUUSSSSSSSS.......”
Nabila : “Aaaaarrrrrgggggghhhhh... kok malah wedhus tho. Masak wedhus bisa ngomong?”
Jalal : “Lha iki...”
Nabila : “Ini Nabila gus. Kok malah di katain wedhus tho? Ya udah, kalau aku wedhus. Tak serudhuk jenengane.”
Jalal : “Kok aku di serudhuk? Salah aku apa tho Neng Nabila?”
Nabila : “Udah ngatain aku wedhus masih gak merasa bersalah?”
Jalal : “Yang ngatain itu lho siapa?”
Nabila : “Tadi, ngatain aku wedhus?”
Jalal : “Lho... orang aku tadi lagi jawab pertanyaan di TTS ini kok.”
Nabila : “Ah, bohong.”
(Kang Ni'am pun, meminta izin keluar dulu sambil berucap dengan lirih)
Ni'am : “Aku mau nyuci baju dulu gus?”
Jalal (tersenyum sambil menganggukkan kepala).
Nabila : “Kok diem. Berarti benar tadi dugaan aku. Bahwa jenengan emang sengaja mau ngatain aku.”
Jalal : “Alloh karim... saestu enggak Neng Nabila tadi aku pas lagi jawab TTS kok.”
Nabila : “Mana ada, TTS jawabannya wedhus. Yang ada kambing atau domba.”
Jalal : “Lh , ini ada kok. TTS buatan kang Ni'am. TTS itu artinya Teka Teki Santri. Terbit setiap hari Jum'at. Siapa yang bisa jawab dengan tepat semua kolomnya, dapat hadiah uang 100 ribu. Khan lumayan.”
Nabila : “Hmmmm... ah, masak teka teki santri juga bahas wedhus? Nabila gak percaya tu?”
Jalal : “Emang gitu kok . Ya udah ini tak bacain pertanyaannya.”
"Mending tuku sate timbang tuku wedhuse.
Mending gendaan timbang dadi bojone.”
“Ini adalah lirik lagu yang berjuduuuuul????
Yo bener wedhus mau.”
Nabila : “Xixixixi... ha ha ha... pertanyaane lucu-lucu...”
Jalal : “Lucu apanya, orang kadang jengkelin kok... memang... teka teki ini lebih banyak soal kajian ilmu agamanya. Ada pertanyaan bab fiqih, misal kewajiban seorang muslim yang cukup di kerjakan 5 kali dalam sehari adalah... terus ada juga bab falak, faroid, nahwu shorof, dll. Tetapi terdapat juga beberapa pertanyaan yang lucu atau terkadang pertanyaan sing jengkel ne. Jadi, sulit sekali untuk bisa terjawab seluruh kolomnya.”
Nabila : “Contohnya apa gus?”
Jalal : “Contohnya, ini tak bacain untuk edisi minggu kemarin... pertanyaan nomer 19, mendatar 10 kotak. Pertanyaannya, sebutkan hewan yang mempunyai kaki tetapi tidak pernah menikah...”
Nabila : “Ha ha ha... pertanyaane lucu.”
Jalal : “Bukan lagi lucu, tetapi jengkelno. Kalau ini tak terjawab. Khan kotak-kotak yang lain juga gak akan terjawab tho.”
Nabila : “Itu sih cuma akal-akalane Kang Ni'am gus. Biar gak ada yang dapat hadiah.”
Jalal : “Tetapi ada kok yang bisa jawab. Dapat hadiah lagi.”
Nabila : “Emang jawabannya apa gus?”
Jalal : “UNDUR-UNDUR.”
Nabila : “Lho, kok bisa?”
Jalal : “Kata Kang Ni'am. Undur - undur jangankan menikah. Kawin saja mungkin gak bisa. Gimana mau kawin, lha wong mundur terus. Khan lepas terus gaaaak masuk- masuk.”
Nabila : “Ha ha ha...”
Jalal : “ Mpun... mpun... jangan ketawa terus,entar giginya dehidrasi lho.”
Nabila : “Lha temannya jenengan lucu-lucu lho gus.”
Jalal : “Injih kados ngate niku lare-lare... ngomong-ngomong tadi telpon pakai nomornya Kyai Hamam ada apa tho Neng Nabila?”
Nabila : “Lha HP aku di sita sama abah. Kata abah, kalau aku bawa HP, nanti cuma akan mainan HP saja. Istirahatnya kurang.”
Jalal : “Bener itu.”
Nabila : “Kok guse malah belain abah?”
Jalal : “Ya memang harusnya begitu. Biar kamu bisa istirahat yang cukup dan lebih cepat masa penyembuhannya.”
Nabila : “Tetapi jenuh gus. Apalagi gak ada yang bisa ngehibur aku.”
Jalal : “Khan ada Gus Umam.”
Nabila : “ Jenengan kok lebih peduli sama Gus Umam tho di banding sama aku.”
Jalal (terdiam tanpa jawab)
Nabila : “Bentar gus, ada hal yang mau Nabila tanyakan sama jenengan. Mumpung abah sama ummi lagi ke kantor administrasi untuk ngurus biaya pengobatan. Soalnya, entar habis maghrib Nabila sudah di perbolehkan pulang.”
Jalal : “Alhamdulillah... emangnya mau tanya apa tho Neng Nabila?”
Nabila : “Dulu, waktu aku lebih memilih jenengan di banding Gus Umam. Kenapa jenengan kok diam saja, gak mau jawab?”
Jalal (menghela nafas panjang) : “Sebelum menjawab pertanyaan mu. Bolehkah aku tanya satu hal sama jenengan tho Neng Nabila?”
Nabila : “Angsal kok gus... emangnya mau tanya apa sih gus?”
Jalal : “Apa alasan kamu kok lebih memilih aku ketimbang Gus Umam ?”
Nabila : “Jenengan khan tahu sendiri tho gus. Gus Umam itu siapa? putra nipun Romo Kyai Ridwan Ahmad  Terus, kira-kira apa ada alasan aku untuk menolak tho gus. Kalau aku menolak tanpa alasan yang jelas. Apa nanti malah gak menyebabkan retaknya hubungan antara abah sama Romo Kyai Ridwan Ahmad?”
Jalal : “Oooowwwwhhhh, jadi aku cuma buat alasan saja.”
Nabila : “Sboten kok gus, saestu mboten.”
Jalal : “Terus...”
Nabila : “Mergi Nabila sampun yaqin.”
Jalal : “Lho... terus yang membuat kamu yaqin niku nopo tho Neng Nabila?”
Nabila : “Aku memang manja gus, tetapi Nabila itu gak bodoh.”
Jalal : “Maksudnya?”
Nabila : “Ketika jenengan bicara memperkenalkan diri. Nabila perhatikan cara bicara jenengan. Gerak gerik jenengan, semuanya Nabila perhatikan. Bahkan, bagaimana sikap Gus Umam yang begitu segan dan sangat menaruh hormat dumateng panjenengan. Dari sini Nabila bisa menarik kesimpulan. Seperti qoidah laa ya'riful wali ilal wali... hanya wali yang bisa mengetahui wali.”
Jalal : “Maksud ipun Neng Nabila?”
Nabila : “Arrrrggghhhh, mosok gak ngerti... maksudnya, hanya gus yang bisa mengetahui gus. Jadi, Nabila yaqin bahwa jenengan setidak e punya tingkatan yang sama dengan Gus Umam. Bahkan bisa lebih dari itu.”
Jalal (hanya terdiam)
Nabila : “Gus... Gus Jalal.”
Jalal : “Daleeeeem.”
Nabila : “Kok Nabila di diemin tho.”
Jalal : “Mboten kok Neng Nabila.”
Nabila : “Terus, kenapa dulu gak ngasih jawaban”
Jalal (cuma diem)
Nabila : “Oooooowwwwhhhh...  sekarang Nabila tahu. Ternyata, seorang Gus Jalal. Seorang bagus cilik, tidak punya nyali. Tidak punya keberanian untuk menjawab pertanyaan ku. Nabila kecewa dumateng panjenengan gus.”
Jalal  (hanya terdiam, dan hanya bisa berkata dalam hati)
“Nabila...
Jika dulu aku terima...
Maka jatuhlah martabat Abah mu dan ummi mu sebagai orang tua.
Tetapi...
Jika aku menolak...
Maka hancurlah kehomatan mu sebagai perempuan.
Aku diam bukan karena aku benci.
Aku diam bukan karena aku tak punya nyali.
Tetapi aku diam...
Karena aku...
Tak ingin menyakiti orang- orang yang aku sayangi.”
#Bersambung

Oleh : Ma'arif Wibowo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisi-kisi USBN Matematika SD 2019

KISI – KISI USBN SD TAHUN 2019 PROVINSI JAWA TIMUR (SPESIFIKASI) MAPEL : MATEMATIKA NO. SOAL LINGKUP MATERI ...